Sabtu, 28 Februari 2009

Kebersihan Lingkungan

Kebersihan Lingkungan
BAB I
PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
Sampah merupakan persoalan klasik di perkotaan. Namun, sampai saat ini masih menjadi masalah yang serius. Disamping rendahnya kesadaran masyarakat atas kebersihan, upaya yang dilakukan pemerintah juga belum optimal. Kalau kita lihat di beberapa tempat pembuangan sampah sementara, pada siang hari banyak tumpukan sampah yang tidak terangkut. Belum lagi, berapa anak sungai yang ‘mati’ akibat adanya sampah yang terus menumpuk. Salah satu tantangan yang dihadapi oleh pengelola kota adalah masalah sampah.
Masyarakat sampah menurut hemat penulis adalah masyarakat yang selalu menghasilkan sampah setiap hari. Memang sekarang ini tidak ada masyarakat yang tidak menghasilkan sampah, perbedaannya terletak pada kemampuan masyarakat tersebut untuk mengelola sampah, dan kemampuan itu belum terdapat dalam keseluruhan masyarakat kita. Dinegara tetangga kita, Australia, sudah dijual bebas alat pengurai sampah dengan bantuan cacing penghasil humus seperti cacing red worm di plaza-plaza.
Badan pemerintah yang bersangkutan dengan hal tersebut, belum dapat melaksanakan tugasnya dengan baik karena terbentur dengan pola hidup masyarakat sampah yang ada. Teknologi untuk mengatasi sampah kalah cepat dengan fasilitas penghasil sampah. Dampak revolusi industri telah menghasilkan plastik yang penguraiannya memerlukan waktu 500 tahun / kantong, sementara sebagian besar konsumsi kita dibungkus oleh bahan sintetis tersebut.
Pada masa sekarang ini generasi masyarakat sampah sudah beranak pinak memenuhi wilayah kita. Tentunya tantangan untuk kita semua makin banyak untuk mewujudkan wilayah yang bersih dan bungas seperti yang sedang digalakkan oleh walikota.
1.2 Tujuan dan Manfaat penulisan :
Adapun tujuan penulisan dari karya tulis ini adalah :
Sebagai wahana introspeksi diri agar mengurangi pola hidup selaku masyarakat sampah, Untuk membuka wawasan kita terhadap masalah sampah, dan Untuk memenuhi salah satu tugas perspektif global. Sedangkan manfaat yang dapat dikemukakan adalah menambah pengetahuan tentang keadaan lingkungan kita dewasa ini, diharapkan dapat memberikan ilham untuk menciptakan alat pengurai sampah untuk daerah kita, dan sebagai feed back untuk aktivitas kita selama ini dalam hal menangani sampah.
1.3 Batasan Masalah
batasan masalah dalam makalah ini adalah hanya membahas tentang masalah sampah yang ada dikota Banjarmasin secara umum, penyebab dan dampaknya. ditambah dengan beberapa contoh alat pengurai sampah yang ada di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya.
1.4 Sistematika Penulisan
Makalah ini terdiri dari 4 bab. Terdiri dari :
Bab I Pendahuluan :
Latar belakang, tujuan dan manfaat penulisan, batasan masalah, dan sistematika penulisan.
Bab II Rumusan masalah :
2.1 bagaimana kondisi lingkungan
2.2 Apa yang menyebabkan kondisi demikian?
2.3 Apa saja dampak yang ditimbulkan?
2.4 Alat apa yang dapat mengurangi buruknya kondisi lingkungan tersebut?
Bab III Isi :
1. Kondisi Lingkungan
2. Penyebab
3. Dampak yang ditimbulkan
4. Alat pengurai sampah dibeberapa kota besar lain.
Bab IV Penutup terdiri dari : Kesimpulan dan saran
daftar pustaka







BAB II
RUMUSAN MASALAH
2.1 bagaimana kondisi lingkungan di Banjarmasin dan Kalsel sekarang?
2.2 Apa yang menyababkan kondisi demikian?
2.3 Apa saja dampak yang ditimbulkan?
2.4 Alat apa yang dapat mengurangi buruknya kondisi lingkungan tersebut?













BAB III
ISI
2.1 Kondisi Lingkungan
Berdasarkan data BPS pada tahun 2000, dari 384 kota yang menimbulkan sampah sebesar 80. 235,87 ton setiap hari, penanganan sampah yang diangkut ke dan dibuang ke Tempat Pembuangan Sampah Akhir sebesar 4,2%, yang dibakar 37,6%, yang dibuang ke sungai 4,9% dan yang tidak tertangani sejumlah 53,3%. Di Kalimatan selatan, dengan jumlah penduduk kota 1. 347. 527 yang tersebar di 11 kota, cakupan yang terlayani oleh adanya pelayanan pemerintah dalam pengelolaan sampah hanya 550. 017 jiwa atau 40% (Bappenas, 2002).
Keadaan Banjarmasin sekarang yang bisa dilihat, dengar, cium, dan rasakan adalah sampah-sampah di tempat pembuangan sampah sementara yang selalu menggunung, truk-truk sampah yang selalu penuh bahkan kepenuhan, tempat sampah yang kadang kosong karena adanya tumpukan atau ceceran sampah ditempat notabene bukan tempat pembuangan sampah, kumuhnya kawasan karena dihiasi sampah, setiap hari truk sampah dan penyapu jalan bekerja.
Sungai, pojok-pojok jalan, dibawah jendela, kolong rumah, kolong jembatan, di kampus, maupun kos-kosan tidak luput menjadi tempat pembuangan sampah, hampir tidak ada bedanya antara tempat tinggal seorang mahasiswa dengan gembel dibawah jembatan dari segi sampahnya. Apalagi sekarang sebagian mahasiswa terjangkit virus ‘malas membersihkan kos-kosannya’ sehingga sampah-sampah yang dipermainkan kucing berhamburan begitu saja.
Banyaknya sampah-sampah yang tidak terdeteksi ini menambah lengkap penderitaan kota Banjarmasin yang tidak lagi seribu sungai. Disalah satu kampus dari Universitas tertua di Banjarmasin pun, sampah tidak semuanya dikelola dengan baik. Pengalaman penulis, sampah dari kantin hanya ditumpuk begitu saja dalam kantong plastik merah sedikit tersembunyi disemak-semak depan Aula Hasan Bondan dan tidak ada yang perduli dengan hal itu.
Mungkin tidak perlu diuraikan dengan panjang lebar bagaimana keadaan kota kita ini karena teramat parahnya walikota sampai memasang baliho sebesar ± 1 x 2 meter pada beberapa ruas jalan untuk menghimbau warga untuk menjaga kebersihan dan menciptakan lingkungan yang bersih dan bungas.
2.2 Penyebab
Penyebab yang dapat diungkapkan dalam tulisan ini atas masalah yang dikemukakan ada dua, secara internal dan eksternal. Secara internal diantaranya adalah pola pikir masyarakat yang berhasil dibentuk oleh budaya pasar bebas yang tidak disadari oleh masyarakat itu sendiri bahwa mereka dikonstruk untuk menjadi pendukung budaya konsumerisme, yang mana pusat perbelanjaan dan kaki tangannya sebagai lambang kemodernan. Ada citra harat dan kebanggaan tersendiri apabila sudah menenteng kresek Hypermart, Ramayana, Roberta, atau Mangga Dua, daripada belanja di Pasar Harum Manis atau Sudi Mampir.
Sementara yang memakai bakul dari purun dianggap kampungan, padahal secara lingkungan bakul dari purun, paikat, atau daun rumbia lebih ramah lingkungan karena dibuat dari bahan-bahan alami. Di Kuin, barang-barang kerajinan tangan dari bahan-bahan tersebut diatas masih dijual bebas. Memang secara kualitas lebih cepat rusak, tetapi dari segi penguraiannya lebih cepat lingkungan daripada plastik.
Dari pola pikir berkembang menjadi tindakan, kalau internalisasi dan sosialisasi tentang kebersihan dan penempatan sampah kurang, akan menyeret kita menjadi masyarakat sampah, apalagi kalau ditambah dengan ketidakperdulian kita yang selalu beranggapan bahwa masalah sampah bukan urusan dan masalah yang harus dipikirkan.
Tindakan yang selalu dilakukan akan menjadi kebiasaan, kebiasaan berkembang lagi menjadi watak. Apabila membuang sampah sembarangan telah menjadi watak, tidak perduli laki-laki atau perempuan akan tega mencemari lingkungan tanpa rasa bersalah.
Sedang penyebab secara eksternal adalah dengan bebasnya peredaran plastik dipasaran bebas dengan berbagai bentuk dan ukuran, dan ada pergeseran arti istilah dalam masyarakat tentang istilah modern dan kampungan.
2.3 Dampak yang ditimbulkan
Dampak paling nyata dirasakan oleh daerah yang memiliki masyarakat sampah adalah rasa malu secara nasional ketika kota Banjarmasin dinobatkan menjadi kota terkotor pada kunjungan Wapres pada beberapa waktu yang lalu. Padahal sebagian besar orang Banjar beragama Islam, dan Nabi Muhammad, SAW telah mengajarkan bahwa kebersihan adalah sebagian dari iman. Hal ini sangat bertolak belakang dengan predikat kota terkotor.
Kemudian dengan semangat hangat-hangat tahi ayam dilakukan lah gerakan jum’at bersih seminggu sekali dilingkungan dinas pegawai negeri sipil, tetapi sampai sekarang yang bersih hanya didaerah yang eks perkampungan Belanda pada masa lalu yang sekarang menjadi daerah percontohan kebersihan. Sementara di tempat yang pada masa lalu hingga sekarang menjadi kampung pribumi tetap saja seperti biasa, dikelilingi sampah disekitarnya minimal sampah dedaunan dari pohon dihalaman rumah. Bahkan sekarang sampah malah tambah banyak ditandai dengan adanya rombongan anak-anak usia Sekolah Dasar yang ikut memunguti sampah untuk dijual seperti gelas plastik air minum kemasan.
Dampak berikutnya adalah meningkatnya jam kerja para armada kebersihan sementara skala kebersihan hanya berada dititik yang sama.
Dampak terakhir yang dapat dikemukakan adalah banyaknya himbauan abah wali berupa baliho, plakat, maupun poster di ruas-ruas jalan yang menyerukan kebersihan.
2.4 Alat Pengurai Sampah di Beberapa Kota Besar Lain
Tata ruang kota merupakan hal yang sangat penting dalam melakukan pembangunan dan pengelolaan lingkungan hidup. Perkembangan kota yang cenderung mengabaikan kawasan hijau kota, berupa ruang terbuka hijau, hutan kota, dan taman kota sangat disayangkan. Ketiadaan hutan kota yang mestinya dapat berfungsi sebagai penyerap karbon, peredam kebisingan, dan pengatur tata air makin membuat kondisi lingkungan kota Banjarmasin makin parah.
Masyarakat sampah yang ada di Banjarmasin adalah masyarakat setengah matang, semestinya pada saat mereka mengenal sampah, juga mengetahui dan mempunyai cara untuk mengatasi sampah, sehingga tidak mengorbankan lingkungan yang pada akhirnya mengancam kesehatan kita. Memang sampah adalah masalah klasik sebuah kota besar, namun tidak menutup kemungkinan jika kita bisa menangani sampah, kota yang bersih menjadi milik kita.
Beberapa artikel yang membahas tentang penguraian sampah diantaranya :
a. Jamur Pengurai Sampah Plastik
Jenis jamur tertentu yang biasanya menguraikan kayu ternyata juga dapat mengunyah plastik. Temuan para peneliti AS ini menawarkan metode pengolahan sampah plastik agar tidak tertimbun di tanah selamanya dan mencemari lingkungan.
Namun, tidak semua jenis plastik dapat diuraikan. Plastik yang baru dapat diuraikannya adalah jenis resin fenol yang banyak digunakan untuk membuat lem plywood dan papan serat kayu atau pada cetakan mobil. Plastik memiliki molekul yang besar dan sulit dipecahkan terbentuk dari molekul-molekul fenol berbentuk cincin dan formaldehida yang diberi tekanan dan panas tinggi.
Jenis plastik ini populer sebab tahan lama. Namun, efek sampingnya sulit didaur ulang. Tidak seperti polietilen yang digunakan untuk kemasan air mineral, resin tersebut sangat keras sehingga sulit meleleh. Sekitar 2,2 juta ton resin fenol diproduksi di AS setiap tahun atau sekitar 10 persen dari jenis plastik yang diproduksi di sana.
Sebagian sampah resin fenol digunakan lagi dalam bentuk aslinya. Percobaan daur ulang juga dilakukan dengan memanaskan pada suhu tinggi dan menggunakan larutan kimia. Namun, cara seperti ini mahal dan menghasilkan produk samping yang mencemari lingkungan.
Adam Gusse dan koleganya dari Universitas Winconsin-La Crosse kemudian meneliti manfaat jamur yang biasanya hidup di pangkal batang yang membusuk. Jamur yang berwarna putih ini menghasilkan ramuan enzim yang dapat memecah lapisan lignin yang keras. Lignin memiliki struktur kimia yang mirip resin fenol karena disusun dari molekul-molekul yang saling berikatan.
Gusse meletakkan serpihan-serpihan resin fenol ke lima spesies jamur berbeda untuk membandingkan pengaruhnya. Tim peneliti melihat terdapat satu spesies bernama Phanerochaete chrysosporium yang berubah warna tubuhnya dari putih menjadi merah muda setelah beberapa hari. Hal tersebut menunjukkan bahwa jamur tersebut telah menguraikan resin menjadi molekul-molekul polimer lebih kecil yang berwarna merah muda.
Mereka memastikan temuannya setelah memberi makan jamur tersebut dengan resin fenol yang mengandung isotop karbon lebih berat. Hasilnya, isotop terserap ke tubuh jamur setelah berpesta plastik.
“Kerusakannya jelas sekali terlihat,” kata Gusse. Dengan mikroskop elektron, permukaan resin terlihat penuh dengan kawah seperti bekas dikunyah.
Menurut Gusse, jamur tersebut bahkan dapat dimanfaatkan untuk mendaur ulang komponen-komponen fenol jika metode pemanfaatannya telah dikembangkan. Namun, ide tersebut masih jauh untuk dikomersialkan.
Sejauh ini, para peneliti belum menghitung seberapa efektif jamur menguraikan resin. Gusse memperkirakan butuh waktu beberapa bulan untuk menyelesaikannya.
Jamur putih sejenis lainnya juga diketahui memiliki kemampuan menguraikan plastik jenis polystyrene atau polutan seperti polychlorinated biphenyl (PCB). “Mereka mengeluarkan enzimnya dan memangsa apapun di sekitarnya,” kata Gusse.
b. Keranjang Ajaib Takakura
Dewasa ini pengelolaan sampah mandiri di Surabaya banyak menggunakan keranjang “sakti” Takakura. Keranjang sakti Takakura adalah suatu alat pengomposan sampah organik untuk skala rumah tangga. Yang menarik dari keranjang Takakura adalah bentuknya yang praktis, bersih dan tidak berbau, sehingga sangat aman digunakan di rumah. Keranjang ini disebut masyarakat sebagai keranjang sakti karena kemampuannya mengolah sampah organik sangat baik.
Keranjang Takakura dirancang untuk mengolah sampah organik di rumah tangga. Sampah organik setelah dipisahkan dari sampah lainnya, diolah dengan memasukkan sampah organik tersebut ke dalam keranjang sakti Takakura. Bakteri yang terdapat dalam starter kit pada keranjang Takakura akan menguraikan sampah menjadi kompos, tanpa menimbulkan bau dan tidak mengeluarkan cairan. Inilah keunggulan pengomposan dengan keranjang Takakura. Karena itulah keranjang Takakura disukai oleh ibu-ibu rumah tangga.
Keranjang kompos Takakura adalah hasil penelitian dari seorang ahli Mr. Koji TAKAKURA dari Jepang. Mr. Takakura melakukan penelitian di Surabaya untuk mencari sistim pengolahan sampah organik. Selama kurang lebih setahun Mr. Takakura bekerja mengolah sampah dengan membiakkan bakteri tertentu yang “memakan” sampah organik tanpa menimbulkan bau dan tidak menimbulkan cairan. Dalam pelaksanaan penelitiannya, Mr. Takakura mengambil sampah rumah tangga, kemudian sampah dipilah dan dibuat beberapa percobaan untuk menemukan bakteri yang sesuai untuk pengomposan tak berbau dan kering. Jenis bakteri yang dikembang-biakkan oleh Takakura inilah yang kemudian dijadikan starter kit bagi keranjang Takakura. Hasil percobaan itu, Mr. Takakura menemukan keranjang yang disebut “Takakura Home Method” yang dilingkungan masyarakat lebih dikenal dengan nama keranjang sakti Takakura.
Selain Sistim Takakura Home Method, Mr. Takakura juga menemukan bentuk-bentuk lain ada yang berbentuk “Takakura Susun Method”, atau modifikasi yang berbentuk tas atau kontainer. Penelitian lain yang dilakukan Takakura adalah pengolahan sampah pasar menjadi kompos. Akan tetapi Takakura Home Method adalah sistim pengomposan yang paling dikenal dan disukai masyarakat karena kepraktisannya.
Mr. Takakura, melakukan penelitian di Surabaya sebagai bagian dari kerjasama antara Kota Surabaya dan Kota Kitakyushu di Jepang. Kerjasama antar kedua kota difokuskan pada pengelolaan lingkungan hidup. Kota Kitakyushu terkenal sebagai kota yang sangat berhasil dalam pengelolaan lingkungan hidup. Keberhasilan kota Kitakyushu sudah diakui secara internasional. Karena keberhasilan kota Kitakyushu itulah kota Surabaya melakukan kerjasama pengelolaan lingkungan hidup. Bentuk kerjasama berupa pemberian bantuan teknis kepada kota Surabaya.
Bantuan teknis yang diberikan Pemerintah Jepang adalah dengan menugaskan sejumlah tenaga ahli untuk melakukan penelitian tentang pengolahan sampah yang paling sesuai dengan kondisi Surabaya. Mr. Takakura adalah salah satu ahli yang ditugaskan itu. Sehari-harinya Mr. Takakura bekerja di perusahaan JPec, anak perusahaan dari J-Power Group. Suatu perusahaan yang sesungguhnya bergerak di bidang pengelolaan energi. Mr. Takakura adalah expert yang mengkhususkan diri dalam riset mencari energi alternatif.
Kerjasama Kitakyushu-Surabaya untuk mengelola sampah dimulai dari tahun 2001 sampai 2006. Takakura menjadi peneliti kompos selama kerjasama tersebut sekaligus sebagai ahli pemberdayaan masyarakat. Selama itu Takakura dan timnya secara berkala datang ke Surabaya untuk melakukan penelitian dan melaksanakan hasil penelitian itu. Kadang-kadang Takakura datang ke Surabaya sampai enam kali dalam setahun. Selama penelitian kompos biasanya bisa mencapai 3 minggu ia harus mengamati perkembangan bakteri kompos. Yang unik dari Mr. Takakura adalah bahwa selama ia berada di Surabaya ia senantiasa memakai baju batik. Sumbangsih Mr. Takakura terhadap upaya pengelolaan sampah berbasis masyarakat di Surabaya sangatlah besar. Keberhasilan itu malah diapresiasi oleh lembaga internasional IGES (Institut for Global Environment and Strategy). Pada bulan Februari 2007, IGES mensponsori studi banding 10 kota dari 10 negara untuk melihat pelaksanaan pengelolaan sampah berbasis masyarakat di Surabaya. Kota-kota itu ingin mencontoh sistem pengomposan yang dikembangkan oleh Surabaya dengan bantuan Takakura Composting System.
c. Briket sampah
Bila mencermati informasi dari para pakar peneliti sumber daya alam. Mereka menyatakan, kandungan sumber minyak bumi di wilayah Indonesia diprediksikan hanya mampu untuk mencukupi kebutuhan minyak dalam negeri sampai tahun 2010.
Jadi, sudah selayaknya semua pihak memikirkan alternatif bahan bakar lain yang tidak hanya mengandalkan bahan dasar minyak.
Berdasarkan percobaan yang penulis terapkan pada siswa-siswa kelas VII SMP Negeri 3 Rancaekek, Bandung, ternyata diperoleh beberapa informasi mengenai keunggulan briket sampah dibandingkan penggunaan bahan bakar minyak tanah atau kayu.
Pertama, cara pembuatan briket sampah ini relatif mudah, murah dan tidak memakan waktu lama. Cara pembuatannya mudah, karena yang diperlukan hanya sampah organik yang mudah ditemukan di sekitar kita. Bahan dasarnya dapat berupa, kayu-kayu sisa, daun-daun kering, makanan sisa, kertas.
Bahan-bahan tersebut, pertama-tama dibakar sampai menjadi bentuk arang berwarna hitam pekat. Agar tidak sampai menjadi abu, pada saat bara api merata ke seluruh bagian bahan, segera disiram air secukupnya.
Langkah selanjutnya, arang tersebut ditumbuk dengan menggunakan alat penumbuk, martil, batu, atau alat-alat berat lainnya sampai menjadi halus. Saat menumbuk ditambahkan daun-daun tanaman segar yang memiliki sifat lunak dan cukup kandungan air. Daun-daunan ini dapat diambil dari sisa-sisa sampah pasar atau sayuran yang sudah terbuang, contohnya bayam, kangkung, sawi, daun pepaya atau jenis-jenis sayuran lain. Hal tersebut sekaligus dapat menjadi solusi pengurangan penumpukan sampah yang banyak kita jumpai di pasar-pasar.
Persentase komposisi bahan pembuatan briket organik adalah 80% sampah organik kering dan 20% campuran daun segar. Jadi bila ingin mencoba membuatnya, seandainya sampah organik yang digunakan seberat 800 gram, maka daun segar yang ditambahkan sebanyak 200 gram. Atau kelipatan dari jumlah tersebut.
Setelah kedua bahan tersebut tercampur rata, kemudian adonan dicetak dengan ukuran dan bentuk menurut selera pembuatnya. Briket yang telah dibuat selanjutnya dijemur di bawah sinar matahari sampai kering.
Proses pengeringan bergantung kondisi cuaca. Pengeringan hanya memakan waktu sehari bila matahari bersinar penuh. Sedangkan tanda-tanda briket sudah kering atau belum mudah ditebak dengan cara meletakkan dan mengangkatnya di telapak tangan. Briket kering terasa lebih ringan dan jelaga di permukaan tidak terlalu mengotori permukaan telapak tangan.
Sejumlah kelebihan penggunaan briket sampah organik adalah rasa dan aroma masakan. Dari percobaan hasil pengolahan masakan yang menggunakan kompor minyak tanah dan tungku briket sampah, diperoleh cita rasa berbeda. Nasi terasa lebih pulen dan masakan lain lebih legit.
Kelebihan briket kedua adalah daya panas yang dihasilkan dari pembakaran briket sampah tak kalah dibandingkan dengan bahan bakar minyak. Hasil percobaan penulis, untuk memanaskan 1 liter air hanya memerlukan sekitar 300 gram briket dalam waktu kurang lebih 12 menit (dengan catatan bara api sudah merata).
Di samping itu, briket sampah memiliki kemampuan penyebaran bara api yang baik, tak mudah padam, dan tidak perlu mengeluarkan tenaga ekstra untuk pengipasan. Tanpa dikipasi pun briket sampah organik mudah menyala dengan stabil.
Kelebihan ketiga adalah volume asap yang dikeluarkan briket sampah tidak sebanyak yang dihasilkan kayu atau minyak tanah. Dan yang lebih utama, kandungan karbon dioksida dan karbon monoksida sebagai hasil sampingan pembakaran tidak sedahsyat kayu atau bahan bakar minyak tanah.Berkurangnya asap yang diproduksi disebabkan karbon dioksida, karbon monoksida, dan kandungan air yang tersimpan dalam bahan briket telah direduksi pada saat proses pembakaran pertama (arang).
Kelebihan keempat adalah peralatan tungku yang digunakan untuk keperluan bahan bakar briket relatif lebih murah dan lebih mudah dalam perawatannya. Jenis tungku yang digunakan terbuat dari tanah liat yang dibentuk sedemikian rupa. Jenis tungku ini sudah dikenal sejak lama dalam masyarakat tradisional Indonesia. Dari segi aroma, briket sampah tidak jauh berbeda dengan bau khas arang yang dibakar. Bahkan masyarakat daerah tertentu, seperti masyarakat pedesaan lebih menyukai menggunakan bahan bakar nonminyak dengan alasan perbedaan rasa dan aroma.***





BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Meskipun tergolong masalah klasik, sampah pada masa sekarang sudah menjadi masalah global. Dibeberapa tempat seperti Bantargebang pada waktu yang lalu sempat terjadi insiden berkaitan masalah sampah. diluar negeri, penanganan sampah juga masih menjadi masalah disamping pencemaran udara. Namun keunggulan mereka dibanding kita adalah lebih tertib dalam menyikapi peraturan pemerintah, tidak seperti kita yang menjadikan banyak aturan pemerintah tidak berfungsi.
Sementara para civitas akademika di PT maupun sekolah bukannya ikut memikirkan cara penanganan sampah ditempat kita, sebagian besar malah menjadi masyarakat sampah. karena kalau hanya mengandalkan para petugas kebersihan, sampah akan tetap banyak jika kita tidak ikut membantu. tugas kita tidak selesai dengan hanya membuang sampah ditempatnya. akan lebih baik jika bisa menyumbangkan ide tentang pengurai sampah. sehingga civitas akademika juga punya nilai dimasyarakat dan bukan menjadi klub eksklusif. sudah saatnya Banjarmasin mempunyai alat pengurai sampah sendiri dan bukan hanya mencetak sampahnya saja.
Untuk berubah kearah sesuatu yang lebih baik tidak semudah berbicara, diperlukan adanya tekad yang kuat dan kemauan yang mantap untuk melakukan perubahan. Selain itu juga diperlukan tim-tim yang tangguh untuk mengajak masyarakat kita melangkah kearah yang lebih ramah lingkungan. Dengan cara yang halus sesuai psikologi urang Banjar yang terbuka dengan sesuatu yang baru dan dengan perencanaan yang tepat, perubahan yang diinginkan insya Allah bisa diraih, and you’ll never know till you have tried.
3.2 Saran-saran
• Pembinaan secara budaya lebih cantik daripada denda.
• Ada baiknya kita selaku civitas akademica mau ikut peduli dengan masalah sampah dilingkungan, terlebih dapat memikirkan upaya penanggulangan sampah yang efektif.
• Hendaknya FKIP Unlam selaku institusi pendidikan mengadakan festival alat pengurai sampah kategori pelajar, mahasiswa dan umum seKal-Sel sebagai partisipasi kepedulian terhadap lingkungan.

Daftar pustaka
www.intisari.co.id
www.walhi.co.id
Prof. Dr. Ir. Zoer’aini, Djamal Irwan, M.Si. 1997. Prinsip-Prinsip Ekologi dan Organisasi Ekosistem, Komunitas dan Lingkungan. Jakarta : Bumi Aksara

Tidak ada komentar:

Posting Komentar